Jalaluddin Rakhmat: Jembatan Barat-Islam Teramat Rapuh

Jalaluddin Rakhmat:
Jembatan Barat-Islam Teramat Rapuh
REAKSI umat Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, atas pemuatan karikatur Nabi Muhammad mengingatkan kembali pada persoalan yang belum selesai antara Barat dengan dunia Islam. Pemuatan karikatur yang menggambarkan Rasulullah laik teroris yang dimuat surat kabar Jyllands-Posten Denmark itu disebut-sebut sebagai manifestasi miskomunikasi dua kutub, yang oleh pakar politik Samuel Huntington, dinyatakan akan selalu mengalami perbenturan peradaban.
Pakar komunikasi Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal) mengatakan, ''Penghinaan pada Rasulullah oleh dunia Barat tidak cuma terjadi sekarang. Bahkan, sejak abad pertengahan hal semacam itu sudah terjadi. Hanya, tidak menuai reaksi heboh karena tidak tersebar ke seluruh dunia.''
Bagaimana salah pengertian antara Barat dan Islam bisa terjadi? Adakah upaya yang dilakukan untuk meretas persoalan itu? Berikut perbincangan dengan pimpinan Yayasan Muthahhari Bandung itu untuk mengupas persoalah hubungan Barat-Islam itu. Perbincangan dilakukan di sela-sela kesibukan memberikan ceramah, pengajian, hingga inhouse training di sejumlah institusi. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana Anda melihat kasus pemuatan karikatur Nabi Muhammad, dalam kaitan dengan hubungan Barat-Islam?
Saya bisa mengatakan, sebetulnya komunikasi antara Barat dan Timur, termasuk dengan dunia Islam telah berlangsung relatif lebih intens ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Terutama karena kehadiran teknologi komunikasi. Berkah internetlah, karikatur Nabi, misalnya, bisa tersebar meluas ke seluruh bumi.
Karena penghinaan terhadap nabi itu sudah sering terjadi sepanjang sejarah. Dahulu pada abad pertengahan orang-orang Barat melukiskan nabi sebagai setan. Mereka menyebutnya bukan Muhammad, melainkan Mahoun, dan menggunakannya untuk menakuti anak-anak. Dalam cerita anak-anak mereka, Rasulullah sudah digambarkan seperti hantu.
Dante, seorang penulis yang terkenal, dalam Inferno yang berkisah tentang penghuni-penghuni neraka, meletakkan Rasulullah jauh di bawah para penjahat. Itu sudah terbukukan, tetapi tidak tersebar di dunia, dan tidak ada reaksi apa-apa. Waktu Salman Rushdie menulis buku The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan), kan terjadi juga reaksi di seluruh dunia. Itu setelah teknologi komunikasi berkembang. Jadi kalau bicara tentang komunikasi, sekarang ini Barat dengan Islam itu sudah lebih intensif ketimbang sebelumnya. Namun kalau bicara tentang dialog, mungkin sampai sekarang masih kurang. Dialog bukan sekadar komunikasi, tapi upaya untuk mengerti, memahami, dan berempati pada pihak lain.
Apa wujud dialog yang bisa dilakukan Barat dengan dunia Islam?
Saya dan Pak Alwi Shihab pernah diundang oleh Pemerintah Jerman pascareunifikasi, untuk ikut diskusi antara Islam dan Barat. Itu untuk membantah tesis Huntington bahwa antara Islam dan Barat selalu terjadi benturan peradaban, clash of civilization. Sebetulnya yang terjadi adalah encounter. Islam menyumbangkan banyak sekali hal kepada peradaban Barat dan sebaliknya. Waktu itu, kami masing-masing membicarakan sumbangan Islam pada peradaban lain. Ternyata dialog itu bisa terjadi, dan berlangsung dengan baik.
Lantas, sekitar enam bulan lalu saya juga diundang Unesco di Paris untuk membahas tesis dari mantan Presiden Iran Khatami, tentang pertemuan antara peradaban Islam dengan peradaban Barat. Nah, saya kira, kalau dialog-dialog serupa itu dilakukan oleh para pemegang kekuasaan, tidak akan terjadilah peristiwa-peristiwa semacam ini.
Tapi sayang, ya, dialog-dialog yang kita coba bangun sekarang ini acap dihancurkan oleh sikap arogan Amerika Serikat terhadap Islam. Walaupun dengan kelihaian diplomasinya, Amerika selalu menisbahkan terorisme kepada dunia Islam.
Artinya, bisakah disebut hingga saat ini Barat masih belum bisa memahami Islam?
Islam juga belum memahami Barat. Pertama, dialog-dialog yang dilakukan untuk membangun jembatan hubungan Barat-Islam itu masih teramat kurang, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Kedua, sering ada usaha-usaha tertentu -biasanya karena kepentingan politik- untuk menutup dialog itu dan menyuburkan purbasangka.
Saya bisa menuding Amerika sebagai sumber dari segala prasangka itu. Celakanya, prasangka itu kemudian dibalas dengan prasangka yang buruk pula oleh orang-orang Islam.
Kembali ke kasus karikatur Nabi, bagaimana Anda melihat reaksi umat Islam yang cenderung anarkhis?
Buat saya mereka tidak anarkhis, tapi berlebihan saja. Overdosislah kalau narkoba. Yang bersalah cuma satu orang, atau satu pihak, kok yang diserang seluruh negeri itu. Bahkan lucunya di Indonesia, yang menjadi sasaran bukan cuma orang Denmark. Orang bule, siapa saja yang bule. Itu yang menurut saya berlebihan. Dalam istilah Islam, itu sama dengan berbuat tidak adil atau zalim.
Bukankah reaksi berlebihan itu berpotensi membuat buruk citra Islam? Bisa jadi, Islam akan terlihat sebagai agama yang menghalalkan kekerasan?
Seorang penulis buku asal Amerika Noam Chomsky menulis buku berjudul American Empire, kalau saya tidak salah, Kekaisaran Amerika. Chomsky itu orang Amerika, tapi Yahudi. Dia cerita bagaimana Amerika merekayasa pikiran umat manusia di bumi ini, dengan berbagai kebohongan, berbagai manipulasi berita.
Di antara yang mereka gunakan adalah penggunaan istilah-istilah, yang maknanya didefinisikan oleh kepentingan politik. Seperti istilah teroris, sekadar menyebut contoh, mula-mula dipergunakan untuk menyebut gerakan yang kepentingannya bertentangan dengan kepentingan Amerika. Belakangan definisi itu disempitkan lagi, teroris = orang Islam.
Adakah Anda melihat upaya untuk mengeliminasi jarak Barat-Islam itu?
Saya kira di dunia Barat sendiri banyak orang yang tidak suka denganómereka menyebutnyaópengeruhan pikiran, atau merekayasa opini publik dengan kebohongan. Sudah ada banyak reaksi di kalangan mereka soal itu.
Dari kalangan Islam sendiri, ada banyak orang yang berusaha menumbuhkan saling pengertian. Terutama para tokoh agama. Tapi sama juga, seperti di Barat, di dunia Islam sendiri juga muncul kelompok-kelompok yang membenarkan cerita Amerika itu. Kalau Amerika mencitrakan kita sebagai teroris, mereka mungkin bisa cerita saja, tapi untuk buktinya perilaku kalangan kita sendiri yang bisa dijadikan bukti.
(Perbincangan terhenti sejenak karena panitia inhouse training DPRD Kota Cirebon menyodorkan beberapa form untuk ditandatangani Kang Jalal. ëíOh, tadi terlupa ya, hanya tanda tangan bagian depan. Maaf,íí kata dia, seraya membubuhkan tanda tangannya.)
Tapi memang ada beberapa kelompok Islam yang radikal, menunjukkan keberaniannya dengan melakukan tindakan kekerasan. Contohnya saja, yang terakhir terjadi, perusakan terhadap Jemaat Ahmadiyah oleh kelompok orang Islam, yang ajaibnya direstui oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam konteks itu, apa ada pengaruh hegemoni Barat terhadap dunia ketiga, termasuk Islam di dalamnya?
Jelas, jelas. Sekarang yang terjadi di dunia bukanlah globalisasi, melainkan lebih merupakan hegemoni Barat terhadap dunia ketiga. Atau bahkan hampir seluruh dunia saya kira, tunduk pada hegemoni Barat, baik secara ekonomi, politik, bahkan mungkin secara kebudayaan. Produk-produk budaya yang sekarang tersebar ke seluruh dunia, lewat layar televisi umpamanya, adalah representasi budaya Barat.
Dan tak mungkin, kerja sama dilakukan dalam situasi yang hegemonik?
Ya, dong. Tidak akan pernah ada kerja sama di antara penindas dan yang ditindas. Kalau pun ada kerja sama, dalam posisi yang tidak equal, tidak seimbang, kerja sama itu hanyalah hasil dari penindasan juga.
Upaya untuk menumbuhkan kesederajatan itu seperti apa?
Sebenarnya sih, dahulu PBB diniatkan untuk menjembatani kesenjangan itu. Sayangnya, PBB didirikan oleh orang-orang Barat yang menang dalam Perang Dunia. Saya sendiri melihat, gagasan Soekarno dulu cukup bagus untuk mengembalikan PBB sebagai lembaga yang netral, mestinya bisa dilanjutkan kembali. Tapi sekali lagi, sulit berhadapan dengan hegemoni Barat seperti sekarang ini.
Kita mungkin tinggal berharap adanya pemimpin-pemimpin Barat yang tercerahkan. Jerman, misalnya, pernah menampilkan pemimpin yang tercerahkan semacam itu. Tapi belakangan itu hilang lagi dari peredaran. Prancis saya kira juga serupa.
Harapan juga bisa disandarkan pada pihak lain, yang bukan Barat tapi juga tidak mewakili dunia ketiga. Kita bisa sebut, dalam istilah Soekarno dulu, newly emerging forces. Kekuatan-kekuatan yang baru muncul.
Saya melihat ada dua kekuatan dunia yang baru muncul, yang bisa memberikan alternatif, yakni China dan India, dengan segala kemusykilannya. Lebih-lebih China, dengan sejumlah keunggulannya bisa berperan lebih utama dalam dialog internasional itu. Dari dulu, China berusaha membangun negerinya tanpa bergantung pada pihak lain, termasuk Barat, dan mereka berhasil.
Dalam hubungan Islam dengan Barat, menurut Anda, apa yang mestinya dilakukan oleh Barat?
Banyak yang bisa dilakukan . Pertama, mereka mesti menghilangkan prasangka-prasangka buruk terhadap Islam. Itu sebetulnya sudah coba dilakukan oleh pemimpin-pemimpin Barat yang tercerahkan. Kedua, melakukan kerja sama ekonomi. Ketiga, jangan terlalu banyak mengatur dunia Islam. Dalam masalah umat Islam dengan Israel atau kepemimpinan di negara-negara Islam, mereka selalu melakukan intervensi. Kalau tidak ingin dicurigai, hentikan intervensi itu. Biarkan orang Islam itu mengatur nasibnya sendiri.
Seberapa besar optimisme Anda pada keterciptaan jembatan indah antara Barat-Islam?
Saya walaupun agak pesimistis, ada juga keoptimistisannya. Saya yakin, akan adalah saat-saat yang tercerahkan, yang memungkinkan kerja sama itu terbangun. Saya melihat, sebetulnya sudah mulai tumbuh saling pengertian antara Barat dengan Islam. Dalam definisi yang lebih singkat, jembatan antara Barat dengan Islam sekarang ini sudah terbangun dengan bagus, kalau Barat diartikan sebagai rakyat di negara-negara Barat. Namun jembatan itu saya lihat sangat rapuh, bahkan cenderung hancur, kalau kita artikan Barat sebagai elite politik di dunia Barat.
Kalau rakyat dengan rakyat, jelas sudah terbangun jembatan. Lucunya juga, antara elite di dunia Islam dan elite di dunia Barat, jembatan juga telah terbangun. Jembatan kepentingan, untuk menindas dunia ketiga. (Achiar M Permana-35)
http://www.suaramerdeka.com/harian/0602/19/bincang01.htm
NOTA ORDER (SUFIJAYA SEMARANG)

TULIS NAMA BARANG YANG DIPESAN :

1. jumlah pesanan 2. Nama produk *
Contoh : 10 tuntunan sholat penerbit toha putra + 10 keistimewaan asmaulhusna di jaman modern penerbit sufijaya
Keterangan
contoh : tuntunan sholatnya yang kecil, yang harganya 4000 (jika tidak ada kosongi saja)

TULIS BIODATA LENGKAP PENGIRIMAN(untuk menentukan ongkos kirimnya)

Nama lengkap *
Alamat lengkap *
Nomer telpon / handphone *

REKENING REFUND (PENGEMBALIAN UANG) PELANGGAN

Dibutuhkan jika tiba2 terjadi setelah pelanggan transfer mendadak stok habis maka kami mengembalikan uang transfer sepenuhnya tanpa potongan. jika rekening refund menyusul lewat sms maka di kosongi saja

NAMA BANK

contoh : BRI KCP cab tlogosari semarang
Atas Nama :
Contoh : Tahif Mustabiq Sufi
Nomer rekening :
contoh : 1138-01-002149-50-1
Image Verification
captcha
Please enter the text from the image: [Refresh Image] [What's This?]