Manusia adalah makhluk Allah yang paling mulya, diberi akal fikiran dan bakat, sedangkan makhluk Allah yang berupa binatang hanya diberi bakat, tetapi tidak diberi akal, sehingga cara hidup binatang tidak pernah berubah dan berkembang. Berbeda dengan manusia, selalu berubah dan berkembang, karena adanya akal dan fikiran yang merupakan karunia besar dari Penciptanya. Bakat adalah “dasar (kepandaian, sifat dan pembawaan) yang dibawa sejak dari lahir”. Dikatakan berbakat apabila “berpembawaan, mempunyai dasar kepandaian yang dibawa sejak lahir.
Dalam rangka mensyukuri nikmat dari Sang Maha Pencipta, akal harus dididik dan digunakan untuk mencari ilmu atau belajar, bidang umum maupun agama. Di dalam Al Qur’an telah ada penjelasan secara lengkap di dalam 30 juz, tentang ilmu apa saja yang ada di alam semesta, berupa ilmu pengetahuan alam dan juga di dalam Al Qur’an petunjuk untuk beribadah. Hanya saja untuk memahami keseluruhan 30 juz Al Qur’an tidaklah mudah, dalam arti memerlukan waktu yang panjang dan lama, sehingga tentu memerlukan ketekunan dan kesabaran serta kesungguhan, dengan menjalankan prinsip – prinsip belajar yang telah digariskan oleh Nabi, yakni belajar seumur hidup, dimana saja, kapan saja walau sampai ke negeri cina serta rutin dan terus menerus.
Akal dan fikiran harus digunakan semaksimal mungkin, mengingat alat penyimpan data dan pengolah data berupa otak manusia itu tidak pernah mengalami kehabisan memori dan daya simpan otak amat luar biasa, tidak jarang peristiwa ketika sekolah di sekolah dasar masih teringat jelas, padahal sudah berumur 60 tahun bahkan lebih. Dalam otak inilah
tersimpan apa saja yang diperoleh dari panca indera, dengan begitu canggihnya, sehingga dalam rangka mensyukuri kenikmatan besar ini adalah dengan menggunakan sebaik-baiknya, agar benar – benar padat dengan ilmu yang diperolehnya.